Mendengar dan Taat kepada Penguasa Post authorAbu Said Post published19/05/2016 Post category عَنْ أَبِي نَجِيْحٍ الْعِرْبَاضِ بِنْ سَارِيَةَ رضي الله عنه قَالَ وَعَظَنَا رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم مَوْعِظَةً وَجِلَتْ مِنْهَا الْقُلُبُ, وَذَرَفَتْ مِنْهِا الْعُيُونُ, فَقُلْنَا يَا رَسُولَ اللهِ, كَأَنَّهَا مَوْعِظَةُ… Continue Reading Mendengar dan Taat kepada Penguasa
Haditske 28 (kedua Puluh Delapan) Kitab Arbain Nawawi Tulisan Arab Berharakat Beserta terjemah Artinya lengkap dengan penjelasannya . Dari Abu Najih Al-Irbadh bin Sariyah berkata: Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menasihati kami dengan suatu nasihat yang menjadikan hati bergetar dan mata menangis, lalu kami berkata, “Ya
Biografi Irbadh bin Sariyah radhiyallahu anhu Nama kuniyah beliau adalah Abu Najiih. Beliau berasal dari Bani Sulaim. Beliau adalah satu dari tujuh orang Bani Sulaim yang berbaiat kepada Nabi. Syuraih bin Ubaid berkata; Kami datang kepada Nabi, tujuh orang dari Bani Sulaim. Yang tertua di antara kami adalah Irbadh bin Sariyah, lalu kami pun membaiat Nabi. Sebenarnya Bani Sulaim terhitung memiliki kekerabatan sebagai paman-paman Nabi dari jalur ibu. Bani Sulaim sendiri adalah kelompok besar yang lahir darinya berbagai kabilah besar. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam pernah bersabda; أَنَا ابۡنُ الۡعَوَاتِكِ مِنۡ سُلَيۡمٍ “Aku adalah putra dari awatik yang berasal dari Sulaim.” Awatik, bentuk jamak dari nama Atikah. Maksud beliau adalah tiga wanita utama Quraisy. Mereka adalah Atikah bintu Hilal, yang dinikahi oleh pemimpin Quraisy saat itu yaitu Qusay bin Kilab, sehingga melahirkan Abdu Manaf, kakek dari dua Qabilah Bani Umayyah dan Bani Hasyim. Abdu Manaf lalu menikahi Atikah bintu Murrah anak perempuan dari bibi dari jalur ibu. Maka lahir darinya Hasyim bin Abdi Manaf kakek dari ahli bait Bani Hasyim. Adapun Atikah yang ketiga bernama Atikah bintu Al Aqwash. Ia adalah anak perempuan dari saudara laki-laki Atikah yang kedua sekaligus cucu wanita dari saudara laki-laki Atikah yang pertama. Ia dinikahi oleh Abdu Manaf bin Zahrah, anak saudara laki-laki dari Qusay bin Kilab. Lahir darinya Wahab bin Abdi Manaf, ayah dari Aminah, ibu Rasulullah. Oleh karenanya, Bani Sulaim memiliki kedekatan nasab dengan Nabi. Irbadh bin Sariyah meriwayatkan beberapa hadis dari Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam. Terhitung sebanyak 31 hadis beliau riwayatkan dari Nabi. Beliau adalah shahabat yang hadisnya tidak disebutkan dalam kitab shahihain shahih Al Bukhari dan Muslim. Adapun murid-murid beliau yang meriwayatkan hadis dari beliau di antaranya; Abdurrahman bin Amr As Sulami, Abu Salamah Abdurrahman bin Maisarah Al Hadrami, Abu Rahm Ahzaab bin Usaid As Simaai, Habiib bin Ubaid, Abdullah bin Abi Bilaal, Suwaid bin Jabalah, Abdul A’la bin Hilal, Jubair bin Nufair, Khalid bin Ma’dan, Ubadah bin Aufa An Namiiri, Hajar bin Hajar, serta yang lainnya. Di antara hadis yang beliau riwayatkan dari nabi adalah hadis yang masyhur bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam pernah salat subuh mengimami kami. Setelah selesai beliau menghadap kepada kami dan menasihati kami dengan nasihat yang menyentuh, sehingga menjadikan air mata menetes dan kalbu bergetar. Maka kami mengatakan Wahai Rasulullah seakan-akan nasihat ini adalah nasihat perpisahan, maka berilah kami wasiat’. Maka Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda yang artinya, “Aku wasiatkan kalian untuk bertaqwa kepada Allah, mendengar dan taat kepada pemimpin walau dia seorang budak habasyah. Karena siapa saja dari kalian yang hidup setelahku, maka ia akan melihat perselisihan yang banyak. Maka, wajib atas kalian untuk berpegang dengan sunnahku dan sunnah para Al khulafa’ Ar Rasyidin yang terpetunjuk. Gigitlah sunah tersebut dengan geraham kalian. Dan berhati-hatilah kalian dari perkara yang baru, karena setiap bidah adalah sesat.” Beliau adalah seorang shahabat yang senantiasa bersama Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam baik dalam keadaan safar ataukah mukim. Oleh karenanya ada banyak hadis yang beliau dapatkan dari Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam. Di antara sebab beliau dekat dengan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam adalah karena beliau pernah menjadi ahlu shuffah. Ya, Irbadh bin Sariyah As Sulami radhiyallahu anhu adalah salah seorang shahabat dari ahli Shuffah. SEDIKIT GAMBARAN TENTANG AHLU SHUFFAH Shuffah adalah suatu tempat yang terletak di masjid Nabawi bagian belakang sebelah timur laut masjid Nabawi. Tempat tersebut dinaungi dengan pelepah-pelepah kurma. Shuffah sendiri semakna dengan dzillah yang berarti naungan. Nabi mempersiapkan tempat tersebut sebagai tempat singgah setiap orang yang asing pendatang yang belum berkeluarga dari kalangan muhajirin. Selain itu, shuffah juga digunakan untuk singgahnya para utusan kabilah. Sehingga yang menempat shuffah terkadang banyak terkadang sedikit. Kebanyakan Ahlu shuffah adalah para dhuafa. Sedikit gambaran tentang kemiskinan yang diderita oleh ahlu shuffah adalah apa yang disebutkan oleh Abu Hurairah radhiyallahu anhu لَقَدۡ رَأَيۡتُ سَبۡعِينَ مِنۡ أَهۡلِ الصُّفَّةِ مَا مِنۡهُمۡ رَجُلٌ عَلَيۡهِ رِدَاءٌ. إِمَّا إِزَارٌ وَإِمَّا كِسَاءٌ قَدۡ رَبَطُوا فِي أَعۡنَاقِهِمۡ مِنۡهَا مَا يَبۡلُغُ نِصۡفُ السَّاقَيۡنِ، وَمِنۡهَا مَا يَبۡلُغُ الۡكَعۡبَيۡنِ فَيَجۡمَعُهُ بِيَدِهِ كَرَاهِيَةً أَنۡ تُرَى عَوۡرَتُهُ “Sungguh aku melihat 70 orang ahli shuffah, tak seorangpun dari mereka yang mengenakan ridaa’ pakaian atas, kalau bukan memakai izar pakaian bawah, maka memakai kain yang diikatkan pada leher mereka. Ada yang panjangnya menjulur sampai separuh betis, ada pula yang menjulur sampai ke mata kaki. Mereka pun memegangi ujung-ujungnya dengan tangannya karena khawatir terlihat auratnya.” [Riwayat Al Bukhari] Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam sendiri sering duduk-duduk bersama mereka. Mengajak mereka makan dan minum apabila beliau memiliki keluasan rezeki. Demikianlah perhatian dan kecintaan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam terhadap ahlu shuffah. Demikian pula para shahabat, terkadang mereka menjamu dua atau tiga orang dari mereka untuk makan di rumah mereka. Terkadang pula para shahabat mengirim kurma muda yang bagus untuk mereka makan. Ada pula di antara orang-orang munafikin yang melakukan hal yang sama seperti shahabat, namun mereka memberikan kurma yang jelek-jelek kepada mereka. Maka Allah pun turunkan firman-Nya يَـٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓا۟ أَنفِقُوا۟ مِن طَيِّبَـٰتِ مَا كَسَبۡتُمۡ وَمِمَّآ أَخۡرَجۡنَا لَكُم مِّنَ ٱلۡأَرۡضِ ۖ وَلَا تَيَمَّمُوا۟ ٱلۡخَبِيثَ مِنۡهُ تُنفِقُونَ وَلَسۡتُم بِـَٔاخِذِيهِ إِلَّآ أَن تُغۡمِضُوا۟ فِيهِ ۚ وَٱعۡلَمُوٓا۟ أَنَّ ٱللَّهَ غَنِىٌّ حَمِيدٌ “Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah di jalan Allah sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu menafkahkan daripadanya. Padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memicingkan mata terhadapnya. Dan ketahuilah bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.” [ Al Baqarah 267] Mayoritas amalan ahlu shuffah adalah belajar Al Quran dan hukum-hukum syariat dari Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam. Di siang hari mereka berupaya mencari penghidupan halal, untuk kemudian kembali ke masjid, hingga Allah bukakan rezeki bagi mereka. Bila ada panggilan jihad, mereka bersiap untuk urut serta bagi yang memiliki harta sebagai bekal jihad. Mereka juga sebagai kaum yang banyak menimba ilmu dan pemahaman dari Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam. Di antara ahlu shuffah yang terkenal adalah Abu Hurairah radhiyallahu anhu. Ahli shuffah sejatinya adalah pembesar-pembesar shahabat dalam sikap wara’. Merekalah orang-orang yang bertawakal kepada Allah, dan senantiasa berkhidmat kepada nabi. Allah memilih mereka seperti apa yang Allah pilihkan untuk Nabi-Nya berupa kehidupan yang miskin, sederhana, dan tunduk dalam peribadahan kepada-Nya. Bersamaan dengan itu, mereka juga hidup tanpa meminta-minta kepada manusia. Mereka rela meninggalkan dunia mereka, berhijrah meninggalkan harta, kedudukan serta negeri mereka, demi meraih apa yang di sisi Allah. Demikianlah keutamaan ahlu shuffah. Irbadh bin Sariyah radhiyallahu anhu pun adalah bagian dari mereka. Beliau diketahui adalah salah satu shahabat yang banyak menangis. Beliau juga termasuk ahlu shuffah yang turun kepada mereka firman-Nya وَلَا عَلَى ٱلَّذِينَ إِذَا مَآ أَتَوۡكَ لِتَحۡمِلَهُمۡ قُلۡتَ لَآ أَجِدُ مَآ أَحۡمِلُكُمۡ عَلَيۡهِ تَوَلَّوا۟ وَّأَعۡيُنُهُمۡ تَفِيضُ مِنَ ٱلدَّمۡعِ حَزَنًا أَلَّا يَجِدُوا۟ مَا يُنفِقُونَ “Dan tiada pula berdosa atas orang-orang yang apabila mereka datang kepadamu, supaya kamu memberi mereka kendaraan untuk berjihad, lalu kamu berkata “Aku tidak memperoleh kendaraan untuk membawamu.” Lalu mereka kembali, sedang mata mereka bercucuran air mata karena kesedihan, lantaran mereka tidak memperoleh apa yang akan mereka nafkahkan.” [ At Taubah 92] Di antara sikap bijak Irbadh bin Sariyah adalah kejadian berikut ini. Suatu ketika Muawiyyah radhiyallahu anhu memberikan seekor keledai dari hasil ghanimah kepada Miqdad, maka Irbadh pun mengatakan kepada Miqdad, “Tidak ada hakmu mengambilnya, dan tidak ada haknya untuk memberikannya kepadamu, seakan aku melihatmu sedang membawa api.” Maka Miqdad pun akhirnya mengembalikan keledai tersebut. Setelah kaum muslimin menaklukkan Syam, negeri bagian kerajaan Romawi, beliau bermukim di Hims, salah satu kota di Negeri Syam. Di sana beliau banyak memberi faedah ilmiyyah kepada kaum muslimin. Beliau meninggal di tahun 75 H di kota Hims. Sebagian ulama menyebutkan bahwa beliau meninggal sebelumnya, yakni pada kejadian Ibnu Zubair. Semoga Allah meridainya. [Ustadz Hammam] Sumber Majalah Tashfiyah edisi 91 1441H/2019M rubrik Figur.
Haditsini mengisyaratkan dengan jelas bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, adalah seorang rasul dan hambaNya, manusia yang juga akan mengalami kematian sebagaimana lainnya. Ada awal perjumpaan, ada pula perpisahan. Allah Ta’ala berfirman: قُلْ إِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ مِثْلُكُمْ يُوحَى إِلَيَّ أَنَّمَا إِلَهُكُمْ إِلَهٌ وَاحِدٌ
Hadits ke 28 Mendengar dan Taat kepada Penguasa عَنْ أَبِي نَجِيْحٍ الْعِرْبَاضِ بِنْ سَارِيَةَ رضي الله عنه قَالَ وَعَظَنَا رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم مَوْعِظَةً وَجِلَتْ مِنْهَا الْقُلُبُ, وَذَرَفَتْ مِنْهِا الْعُيُونُ, فَقُلْنَا يَا رَسُولَ اللهِ, كَأَنَّهَا مَوْعِظَةُ مُوَدِّعٍ, فَأَوْصِنَا, قَالَ” أُوْصِيْكُمْ بِتَقْوَى اللهِ عَزَّوَجَلَّ, وَالسَّمْعِ وَالطَّاعةِ, وَإِنْ تَأَمَّرَ عَلَيْكُمْ عَبْدٌ حَبَشِيٌّ, فَإِنَّهُ مَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ فَسَيَرَى اخْتِلاَفًا كَثِيْرًا, فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ الْمَهْدِيِّينَ, عَضُّوْا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ, وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ الأُمُورِ, فَإِنَّ كُلَّ بِدْعَةً ضَلاَلَةٌ.” رَوَاهُ التِّرْمِذِيُّ, وَقَالَحَدِيْثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ. Dari Abu Najih Irbadh bin Sariyah radhiyallahu anhu, dia berkata Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam pernah memberikan nasehat kepada kami dengan sebuah nasehat yang menyebabkan hati bergetar dan air mata berlinang, lalu kami berkata Ya Rasulullah, seakan-akan ini adalah nasehat orang yang akan berpisah, maka berilah kami wasiat! Beliau bersabda ”Aku wasiatkan kepada kalian untuk bertakwa kepada Allah, mendengar dan taat kepada penguasa meskipun kalian diperintah oleh seorang budak Habasyi. Dan sesungguhnya siapa di antara kalian yang masih hidup sepeninggalku niscaya ia akan melihat perselisihan yang banyak. Maka wajib atas kalian untuk berpegang teguh dengan sunnahku dan sunnah para khulafaur rasyidin yang mendapatkan petunjuk. Gigitlah sunnah tersebut dengan gigi geraham kalian, dan hati-hatilah kalian dari perkara yang diada-adakan, karena setiap bid`ah adalah sesat.” HR. Tirmidzi dan dia berkata bahwa hadits ini hasan shahih[1]. [1] Diriwayatkan oleh Abu Dawud 4607 dan At Tirmidzi 2676, Ibnu Majah 42, 43, 44, Ahmad 4/126, Ad Darimi 95 At Thabrani dalam Al Kabir 263, Ibnu Hibban 1/178, Al Hakim dalam Al Mustadrak 1/176 dan Al Baihaqi dalam Al Kubra 10/114. Beritahu yang lain
HaditsUmar bin Khattab Radhiyallahu ‘Anhu Innamal A’malu Binniyat, kembalinya kepada syahadat Laa Ilaaha Illallah. Sedangkan hadits ‘Aisyah ini, dia kembali kepada syahadat yang kedua. Dalam hadits yang lain Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda dalam hadits ‘Irbadh bin Sariyah:
Hadits Tirmidzi Nomor 2600 حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ حُجْرٍ حَدَّثَنَا بَقِيَّةُ بْنُ الْوَلِيدِ عَنْ بَحِيرِ بْنِ سَعْدٍ عَنْ خَالِدِ بْنِ مَعْدَانَ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ عَمْرٍو السُّلَمِيِّ عَنْ الْعِرْبَاضِ بْنِ سَارِيَةَ قَالَ وَعَظَنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمًا بَعْدَ صَلَاةِ الْغَدَاةِ مَوْعِظَةً بَلِيغَةً ذَرَفَتْ مِنْهَا الْعُيُونُ وَوَجِلَتْ مِنْهَا الْقُلُوبُ فَقَالَ رَجُلٌ إِنَّ هَذِهِ مَوْعِظَةُ مُوَدِّعٍ فَمَاذَا تَعْهَدُ إِلَيْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ أُوصِيكُمْ بِتَقْوَى اللَّهِ وَالسَّمْعِ وَالطَّاعَةِ وَإِنْ عَبْدٌ حَبَشِيٌّ فَإِنَّهُ مَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ يَرَى اخْتِلَافًا كَثِيرًا وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ الْأُمُورِ فَإِنَّهَا ضَلَالَةٌ فَمَنْ أَدْرَكَ ذَلِكَ مِنْكُمْ فَعَلَيْهِ بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِينَ الْمَهْدِيِّينَ عَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ وَقَدْ رَوَى ثَوْرُ بْنُ يَزِيدَ عَنْ خَالِدِ بْنِ مَعْدَانَ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ عَمْرٍو السُّلَمِيِّ عَنْ الْعِرْبَاضِ بْنِ سَارِيَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَحْوَ هَذَا حَدَّثَنَا بِذَلِكَ الْحَسَنُ بْنُ عَلِيٍّ الْخَلَّالُ وَغَيْرُ وَاحِدٍ قَالُوا حَدَّثَنَا أَبُو عَاصِمٍ عَنْ ثَوْرِ بْنِ يَزِيدَ عَنْ خَالِدِ بْنِ مَعْدَانَ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ عَمْرٍو السُّلَمِيِّ عَنْ الْعِرْبَاضِ بْنِ سَارِيَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَحْوَهُ وَالْعِرْبَاضُ بْنُ سَارِيَةَ يُكْنَى أَبَا نَجِيحٍ وَقَدْ رُوِيَ هَذَا الْحَدِيثُ عَنْ حُجْرِ بْنِ حُجْرٍ عَنْ عِرْبَاضِ بْنِ سَارِيَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَحْوَهُ Telah menceritakan kepada kami [Ali bin Hujr] telah menceritakan kepada kami [Baqiyyah bin al Walid] dari [Bahir bin Sa'd] dari [Khalid bin Ma'dan] dari [Abdurrahman bin Amru as Sulami] dari [al 'Irbadh bin Sariyah] dia berkata; suatu hari Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam memberi wejangan kepada kami setelah shalat subuh wejangan yang sangat menyentuh sehingga membuat air mata mengalir dan hati menjadi gemetar. Maka seorang sahabat berkata; 'seakan-akan ini merupakan wejangan perpisahan, lalu apa yang engkau wasiatkan kepada kami ya Rasulullah? ' Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda "Aku wasiatkan kepada kalian untuk selalu bertaqwa kepada Allah, mendengar dan ta'at meskipun terhadap seorang budak habasyi, sesungguhnya siapa saja diantara kalian yang hidup akan melihat perselisihan yang sangat banyak, maka jauhilah oleh kalian perkara-perkara yang dibuat-buat, karena sesungguhnya hal itu merupakan kesesatan. Barangsiapa diantara kalian yang menjumpai hal itu hendaknya dia berpegang teguh dengan sunnahku dan sunnah para Khulafaur Rasyidin yang mendapat petunjuk, gigitlah sunnah-sunnah itu dengan gigi geraham." Abu Isa berkata; hadits ini adalah hadits hasan shahih, [Tsaur bin Yazid] telah meriwayatkannya dari [Khalid bin Ma'dan] dari [Abdurrahman bin 'Amru as sulami] dari [Al 'Irbadh bin Sariyah] dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, seperti hadits diatas ini. Dan telah menceritakan kepada kami seperti itu [Al Hasan bin Ali al Khallal] dan tidak tidak hanya satu orang saja, mereka berkata; telah menceritakan kepada kami [Abu 'Ashim] dari [Tsaur bin Yazid] dari [Khalid bin Ma'dan] dari [Abdurrahman bin 'Amru as sulami] dari [Al 'Irbadh bin Sariyah] dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, seperti hadits diatas. Dan Al 'Irbadh bin Sariyah mempunyai kunyah Abu Najih. Dan telah diriwayatkan hadits ini dari [Hujr bin Hujr] dari ['Irbadh bin Sariyah] dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam seperti hadits diatas.
Ketikaada hadits shahih yang menyelisihi perkataannya, beliau (Imam Syafi'i) justru memerintahkan untuk tetap mengikuti hadits tadi dan acuhkan (abaikan) pendapat pribadi beliau rahimahullah. Dalam hadits Al ‘Irbadh bin Sariyah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menasehati para sahabat radhiyallahu ‘anhum,Hadits Arbain 28 ini mengajarkan kita satu prinsip penting dalam beragama, ikutilah sunnah nabi shallallahu alaihi wa sallam dan tinggalkanlah bidah, serta diperintahkan untuk taat pada pemimpin selama bukan dalam maksiat. الحَدِيْثُ الثَّامِنُ وَالعِشْرُوْنَ عَنْ أَبِي نَجِيْحٍ العِرْبَاضِ بْنِ سَارِيَةَ رَضِيَ اللهُ تَعَالَى عَنْهُ قاَلَ وَعَظَنَا رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ مَوْعِظًةً وَجِلَتْ مِنْهَا القُلُوْبُ وَذَرَفَتْ مِنْهَا العُيُوْنُ فَقُلْنَا يَا رَسُوْلَ اللهِ كَأَنَّهَا مَوْعِظَةً مُوَدِّعٍ فَأَوْصِنَا قَالَ أُوْصِيْكُمْ بِتَقْوَى اللهِ عَزَّ وَ جَلَّ وَالسَّمْعِ وَالطَّاعَةِ وَإِنْ تَأَمَّرَ عَلَيْكُمْ عَبْدٌ فَإِنَّهُ مَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ فَسَيَرَي اخْتِلاَفًا كَثِيْرًا فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ الخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ المَهْدِيِّيْنَ عَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ الأُمُوْرِ فَإِنَّ كُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ رَوَاهُ أَبُوْ دَاوُدَ وَالتِّرْمِذِيُّ وَقَالَ حَدِيْثٌ حَسَنٌ صَحِيْحٌ Hadits Kedua Puluh Delapan Dari Abu Najih Al-Irbadh bin Sariyah radhiyallahu anhu, ia berkata, “Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam memberikan nasihat kepada kami dengan nasihat yang membuat hati menjadi bergetar dan mata menangis, maka kami berkata, Wahai Rasulullah! Sepertinya ini adalah wasiat dari orang yang akan berpisah, maka berikanlah wasiat kepada kami.’ Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda, Aku berwasiat kepada kalian agar bertakwa kepada Allah, mendengar dan taat meskipun kalian dipimpin seorang budak. Sungguh, orang yang hidup di antara kalian sepeninggalku, ia akan melihat perselisihan yang banyak. Oleh karena itu, wajib atas kalian berpegang teguh pada sunnahku dan Sunnah khulafaur rosyidin al-mahdiyyin yang mendapatkan petunjuk dalam ilmu dan amal. Gigitlah sunnah tersebut dengan gigi geraham kalian, serta jauhilah setiap perkara yang diada-adakan, karena setiap bidah adalah sesat.” HR. Abu Daud dan Tirmidzi, ia berkata bahwa hadits ini hasan sahih. [HR. Abu Daud, no. 4607 dan Tirmidzi, no. 2676. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini sahih]. Faedah Hadits Pertama Sahabat Nabi shallallahu alaihi wa sallam begitu semangat dalam meraih kebaikan. Kedua Disyariatkan memberi nasihat maw’izhah, diberikan pada tempatnya, dan sifat nasihat tersebut membekas. Syaikh Abdul Muhsin menyatakan, “Maw’izhah nasihat dari Nabi shallallahu alaihi wa sallam punya tiga sifat yaitu al-balaaghah bahasanya menyentuh dan jelas, hati bergetar, dan bisa membuat mata menangis.” Fath Al-Qawi Al-Matin, hlm. 95. Ketiga Wasiat perpisahan itu lebih membekas dalam hati. Keempat Hati yang dalam keadaan takut, bisa membuat air mata menangis. Jika hati dalam keadaan gelap penuh maksiat, maka air mata tidaklah menangis, karena tidak dalam keadaan takut pada Allah. Hal ini yang disebutkan oleh Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah dan Syaikh Abdullah Al-Farih. Baca Juga Menangis Karena Allah Kelima Disyariatkan meminta nasihat dari yang lain, lebih-lebih lagi yang dimintai nasihat adalah orang yang punya keutamaan dalam ilmu. Keenam Wasiat yang paling penting untuk seorang hamba adalah bertakwa kepada Allah, karena wasiat tersebut merupakan wasiat orang yang terdahulu dan belakangan. Ketujuh Syaikh Abdul Muhsin berkata, “Takwa adalah sebab memperoleh segala kebaikan dan kemenangan di dunia dan akhirat. Banyak ayat yang menyebutkan perintah untuk bertakwa kepada Allah. Seringnya adalah ayat tersebut didahului dengan kalimat Yaa ayyuhalladzina aamanuu wahai orang-orang yang beriman. Begitu pula takwa ini menjadi wasiat Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam pada para sahabatnya.” Fath Al-Qawi Al-Matin, hlm. 96 Kedelapan Termasuk wasiat paling penting adalah menaati penguasa kaum muslimin dalam selain maksiat, juga berpegang pada ajaran Nabi shallallahu alaihi wa sallam dan khulafaur rosyidin. Kesembilan Patuh dan taat kepada penguasa adalah selama bukan dalam perkara maksiat walaupun penguasa tersebut adalah seorang budak. Para ulama telah sepakat bahwa seorang budak tidaklah pantas untuk menjadi khalifah. Hadits ini berarti perintah untuk menaati penguasa, walau ia penguasa yang tidak pantas. Kesepuluh Syaikh Abdul Muhsin mengatakan, “Wasiat yang paling penting adalah taat dan patuh pada penguasa kaum muslimin karena di dalamnya terdapat manfaat dunia dan akhirat untuk kaum muslimin.” Fath Al-Qawi Al-Matin, hlm. 100 Kesebelas Hadits ini menunjukkan mukjizat Nabi shallallahu alaihi wa sallam karena sepeninggal beliau akan ditemui perselisihan yang banyak. Kedua belas Berpegang pada As-Sunnah yaitu jalan Nabi shallallahu alaihi wa sallam agar selamat dari perselisihan, juga kita diperintahkan berpegang pada sunnah khulafaur rosyidin. Khulafaur rosyidin adalah Abu Bakar, Umar bin Al-Khaththab, Utsman bin Affan, dan Ali bin Abi Thalib. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam telah menyatakan kekhilafahan mereka berdasarkan wahyu. Sebagaimana disebutkan dalam hadits Safinah radhiyallahu anhu, خِلاَفَةُ النُّبُوَّةِ ثَلاَثُوْنَ سَنَةً ثُمَّ يُؤْتِي اللهُ المُلْكَ أَوْ مُلْكَهُ مَنْ يَشَاءُ “Khilafah Nubuwwah itu selama 30 tahun. Kemudian Allah karuniakan kerajaan setelah itu.” Dikeluarkan oleh Syaikh Al-Albani dalam As-Silsilah Ash-Shahihah, 460. Masa pemerintahan – 632–634 M Abu Bakar Ash-Shiddiq – 634–644 M Umar bin Al-Khaththab – 644–656 M Utsman bin Affan – 656–661 M Ali bin Abi Thalib Ketiga belas Disebutkan oleh Ibnu Rajab Al-Hambali dalam Jaami’ Al-Ulum wa Al-Hikam, “As-Sunnah adalah jalan yang dilalui. Maka yang dimaksud di sini adalah berpegang pada jalan Nabi shallallahu alaihi wa sallam dan khulafaur rosyidin, yaitu dalam hal berakidah, amalan, dan ucapan. Itulah As-Sunnah yang sempurna. Oleh karena itu, ulama salaf terdahulu tidaklah memutlakkan begitu saja kata As-Sunnah kecuali mencakup itu semua. Demikian diriwayatkan semakna dari Al-Hasan Al-Bashri, Al-Auza’i, dan Al-Fudhail bin Iyadh. Adapun ulama belakangan mengkhususkan istilah As-Sunnah untuk hal-hal yang terkait dengan keyakinan. Karena keyakinan akidah adalah pokok agama. Menyelisihi akidah ini berarti berada dalam bahaya yang besar.” Keempat belas Hadits ini mengingatkan bahaya bidah. Kelima belas Kaedah yang diajarkan dalam hadits ini adalah setiap bidah itu sesat, tidak ada bidah hasanah. Keenam belas Hadits yang menyebutkan menjadi pelopor dalam kebaikan sunnah hasanah yaitu hadits, مَنْ سَنَّ سُنَّةً حَسَنَةً فَعُمِلَ بِهَا بَعْدَهُ كَانَ لَهُ أَجْرُهُ وَمِثْلُ أُجُورِهِمْ مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أُجُورِهِمْ شَيْئًا وَمَنْ سَنَّ سُنَّةً سَيِّئَةً فَعُمِلَ بِهَا بَعْدَهُ كَانَ عَلَيْهِ وِزْرُهُ وَمِثْلُ أَوْزَارِهِمْ مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أَوْزَارِهِمْ شَيْئًا “Barangsiapa melakukan suatu amalan kebaikan lalu diamalkan oleh orang sesudahnya, maka akan dicatat baginya ganjaran semisal ganjaran orang yang mengikutinya dan sedikitpun tidak akan mengurangi ganjaran yang mereka peroleh. Sebaliknya, barangsiapa melakukan suatu amalan kejelekan lalu diamalkan oleh orang sesudahnya, maka akan dicatat baginya dosa semisal dosa orang yang mengikutinya, tanpa mengurangi dosanya sedikit pun.” HR. Muslim, no. 1017. Hadits ini maksudnya adalah menjadi teladan dalam kebaikan. Sebagaimana hal ini begitu jelas ketika membicarakan sebab hadits ini. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam ketika itu memotivasi untuk sedekah. Kemudian ada orang Anshar yang membawa wadah besar, kemudian yang lainnya ikut-ikutan dalam bersedekah. Ketujuh belas Umar menghidupkan shalat tarawih pada bulan Ramadhan juga bentuknya adalah menghidupkan sunnah Nabi shallallahu alaihi wa sallam yang sudah ada. Kedelapan belas Ajaran khulafaur rosyidin dianggap sebagai ajaran Nabi shallallahu alaihi wa sallam. Kesembilan belas Hendaklah menggabungkan antara targhib dan tarhib, yaitu memotivasi dan menakut-nakuti. Dalam hadits digunakan kalimat targhib “fa-alaikum” hendaklah kalian mengikuti dan kalimat tarhib “wa iyyakum” hati-hatilah. Kedua puluh Wajib mempelajari ajaran Nabi shallallahu alaihi wa sallam. Karena tidak mungkin seseorang mengikutinya selain dengan belajar. Tidak belajar, tentu saja tidak mungkin mengenal ajaran beliau. Kedua puluh satu Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah berkata, “Jika banyak golongan-golongan hizbiyyah, maka jangalah mengikuti hizbi yang ada. Dahulu sudah muncul banyak golongan seperti Khawarij, Muktazilah, Jahmiyyah, dan Rafidhah. Kemudian belakangan ini ada berbagai golongan seperti salafiyyun, tablighiyyun, dan semacamnya. Ini semua kelompok-kelompok, jadikanlah yang kamu ikuti adalah sunnah nabi shallallahu alaihi wa sallam, karena Rasul shallallahu alaihi wa sallam katakan, Hendaklah berpegang pada ajaranku dan ajaran khulafaur rosyidin. Tidak ragu lagi bahwa wajib bagi kaum muslimin mengikuti madzhab salaf, kita tidak disuruh mengikuti kelompok yang namanya salafiyyun. Wajib bagi umat Islam mengikuti madzhab salafush shalih, bukan mengikuti kelompok salafiyyun. Namun para ikhwah salafiyyun lebih dekat pada kebenaran. Akan tetapi, masalah mereka adalah sama dengan yang lainnya, mereka saling sesatkan dan saling memfasikkan. Kami tidak salahkan mereka jika mereka berada di atas kebenaran. Akan tetapi, yang kami ingkari adalah cara mereka mengoreksi dengan cara seperti itu. Wajib bagi kita untuk menyatukan pemimpin tiap-tiap kelompok ini. Lalu kita suruh untuk mengikuti Alquran dan sunnah Rasul shallallahu alaihi wa sallam. Kita berhukum kepada keduanya bukan kembali pada hawa nafsu, bukan berhukum pada fulan atau fulan. Setiap orang bisa benar atau salah, selama masih berada di atas ilmu dan ibadah. Akan tetapi yang maksum adalah dinul Islam.” Syarh Al-Arba’in An-Nawawiyyah, hlm. 308-309 Referensi Fath Al-Qawi Al-Matin fi Syarh Al-Arba’in wa Tatimmat Al-Khamsin li An-Nawawi wa Ibnu Rajab rahimahumallah. Cetakan kedua, Tahun 1436 H. Syaikh Abdul Muhsin bin Hamad Al-Abbad Al-Badr. Khulashah Al-Fawaid wa Al-Qawa’id min Syarh Al-Arba’in An-Nawawiyyah. Syaikh Abdullah Al-Farih. Syarh Al-Arba’in An-Nawawiyyah. Cetakan ketiga, Tahun 1425 H. Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin. Penerbit Dar Ats-Tsuraya. Baca Juga Hati-Hati Berkata Bid’ah Akibat Beramal Tanpa Tuntunan Diselesaikan di Garuda, perjalanan Jogja – Jakarta, 30 November 2019 Oleh Muhammad Abduh Tuasikal Artikel